Menulis untuk sebuah pencarian yang tak berkesudahan. Menulis untuk mengaktualisasi yang asalnya cuma bayang-bayang. Menulis untuk merumuskan lintasan-lintasan yang tiba-tiba muncul dalam pikiran. Menulis untuk menyapa lembutnya hati dan dalamnya perasaan. Menulis untuk secara perlahan dan terus-menerus menguatkan keyakinan. Menulis untuk memaknai setiap torehan dan liku kehidupan. Menulis untuk berupaya menggapai hakikat dan kesejatian.

Minggu, 26 Desember 2021

Bukan Secangkir Kopi #3


Pada malam hari saat adzan isya berkumandang, 25 Oktober 2021 aku dipersilahkan duduk di depan seorang dokter jaga ruang perawatan ICU RSML oleh perawat yang sebelumnya memintaku mengambilkan obat untuk Emak di Dipo Farmasi.

"Informasi apa yang bapak inginkan dari kami?"

"Hanya ingin mengetahui perkembangan kondisi ibu, Dok. Dari kemaren sore kami belum dapat informasi."

Sabtu, 04 Desember 2021

Bukan Secangkir Kopi #2


Pagi ini terasa bisu benar, tak ada keinginanku untuk membicarakan sesuatu dengan Bapak atau Dek Afid. Hanya sesekali menanyakan sesuatu yang penting, kemudian diam lagi dan diam terus. Sepertinya perasaanku menjadi demikian sensitif, sehingga tubuhku dengan sendirinya menghindari sesuatu yang berpotensi menjadikan tidak enak hati.

Dalam suasana seperti ini di hari-hari biasa akan sangat mudah digunakan untuk tidur. Tapi sekali ini aku tidak ingin rasanya, atau mungkin juga tidak bisa. Perasaan berdebar-debar sangat mendominasi, atau barangkali lebih tepatnya perpaduan antara perasaan takut, harap dan cemas. Apa penyebabnya? Tidak lain ialah suara speaker panggilan untuk keluarga pasien ICU Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (RSML).