Menulis untuk sebuah pencarian yang tak berkesudahan. Menulis untuk mengaktualisasi yang asalnya cuma bayang-bayang. Menulis untuk merumuskan lintasan-lintasan yang tiba-tiba muncul dalam pikiran. Menulis untuk menyapa lembutnya hati dan dalamnya perasaan. Menulis untuk secara perlahan dan terus-menerus menguatkan keyakinan. Menulis untuk memaknai setiap torehan dan liku kehidupan. Menulis untuk berupaya menggapai hakikat dan kesejatian.

Minggu, 27 November 2011

Nyanyian Sepi

sendiri
kuingin nyanyikan sajak sepi
setelah dalam mimpi kau mengisi
pada lamunan kau menghampiri
seakan kembali

kau telah lama pergi
kau pun di sana kini
namun tak kumengerti
kau melekat erat dalam hati
sampai kini tak terganti

aku menjadi tau
bukan soal aku dan kamu
tetapi hatiku dan hatimu
tentang rasa yang satu
di balik jarak dan waktu

barangkali kau tiada rasa padaku
tak apa, itu hanya soal waktu
atau mungkin kau masih ragu
biarkan nantinya kekuatan kalbu
kan buktikan padamu

kuikhlaskan direnggut dariku
bahgia itu
biar kepercayaan yang berkata
bukan saatnya rasa
kini yang ada tinggal keberanian-pengorbanan
demi sampainya sepucuk harapan


Pondok Aren
26 Nopember 2011
16:45

Jumat, 25 November 2011

Mencari Arah

ah, tak akan!
kupikir kau hilang
ku tak rasakan kau selalu datang
dari secangkir wedang atau rokok sebatang
dari arah pandang atau mimpi saat petang
tak akan,
tak kubiarkan

ku hanya mencari arah
mengekang angan tak bertuah
menentang jalan tuk peroleh berkah
tapi akankah?
saat yakin merengkah,
pecah
tinggal gelisah

maksud hati menggapai mimpi,
tinggi nan sejati
tapi angan bukan tangan
mimpi tidaklah kaki
sampai kapan?
hanya kerinduan
dan kau semakin hilang



Pondok Aren
25 Nopember 2011
02:44

Senin, 14 November 2011

Dengan Rindu

Tiada beda
Selangkah atau dua
Secangkir atau bejana
Datangmu membuat lupa
Bersandingmu ku tiada
Engkau saja

Dengan rindu kau hujani aku
Kau hantam dadaku dengan peluru
Kau menikam tepat pada kalbu
Siapa kau?
Bahkan aku tak juga mengenalmu

Kau diam begitu lama
Lalu bilang tak ada
Kau jawab aku tak tahu
Saat kutanya maksudmu
Tapi, kenapa?
Bukankah ini soal rasa?
Kau sebut bukan tentangku
Hanya kamu

Tak mampu kuucap rasa perasaanku
Mulut hanya membisu
Lidah pun membeku, kaku
Tapi tak apa, akan kusimpan saja
Biar kau sendiri menjawabnya
Kau yang kuasa mengerti-membaca


Pondok Aren
14 Nopember 2011
09:59

Kamis, 10 November 2011

Tujuh Arti Cinta

Oleh: Saifuddin Du

Cinta itu keindahan.
Seindah cakrawala yang sedang dihinggapi biang lala.
Seperti bidadari tatkala mandi telanjang saat senja.
Tak ayal ia mempesona dan selalu dipuja.

Cinta itu kelembutan.
Karenanya, tak jarang ia dirasa tiada.
Namun ia sanggup menjangkau bagian terdalam hati manusia.
Yang pasti ia tak pernah terhalang dinding-dinding realita.

Cinta itu ketulusan.
Itu membuatnya tiada bisa dipaksa.
Ia sanggup memberi tanpa pernah meminta.
Ia rela direndahkan-diremehkan tanpa mengurangi cinta.

Cinta itu keberanian.
Ia akan berteriak lantang ketika bergelora.
Ia mampu berlari kencang laksana kilat di angkasa.
Keraguan tak akan kuasa menyurutkan tekadnya.

Cinta itu kekuatan.
Kulit yang tipis akan mengeras seumpama baja.
Sedang hati menjadi kuat dari segala derita.
Maka, Rama pun mampu menghancurkan Alengka demi Shinta.

Cinta itu kesunyian.
Saat sendiri, ia rasakan kebersamaan yang nyata.
Di balik sepi terselip di dalamnya kelapangan dada.
Ia dekat, bahkan sedekat urat nadi cinta.

Akhirnya, cinta itu keabadian.
Itulah ia dalam kesejatian dzat-nya.
Ia ada sebelum keadaan bermula.
Tak dapat binasa dan tak lekang oleh masa.


Pondok Aren
10 November 2011 15:39
Blogspot | Kompasiana